Our Story

GBI Tabgha bermula dari Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo yang merintis pelayanan di Pulau Batam pada tahun 1991. Pada tahun berikutnya, beliau menangkap visi Tuhan dari Yesaya 54:2-3 yang berkata, “Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri, keturunanmu akan memperoleh tempat bangsa-bangsa, dan akan mendiami kota-kota yang sunyi.” Berangkat dari Firman ini, beliau dengan gigih mengerahkan tenaga dan dana tanpa menahan pengeluaran pada waktu itu.

Saat itu, jemaat Pulau Batam yang beribadah setiap minggunya hanya berjumlah 50 jiwa. Meski demikian, Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo terus melangkah dengan ketaatan, kesetiaan, dan ketekunan untuk membangun Kerajaan Allah di Batam. Beliau terus mengirimkan pelayan musik dan pengkhotbah dari Jakarta setiap hari Minggu untuk melayani. Tindakan ini dilakukan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Yesaya 54:2. Pada saat itu, gereja ini yang awalnya dikenal dengan nama GBI Bethany Pulau Batam dikoordinasikan oleh Pdt. Djoko Basuki. Beliau memimpin koordinasi gereja ini mulai dari tahun 1993 sampai 1995. Setelah itu, Pdt. Djoko Basuki digantikan oleh (Alm.) Pdt. Jimmy Mulya.

Tuhan kembali menggerakkan Pdt. Niko pada tahun 1994 untuk mengembangkan pelayanan ke Singapura dengan tujuan untuk melayani warga negara Indonesia yang berdomisili di sana. (Alm.) Pdt. Jimmy Mulya yang tadinya berdomisili di Batam akhirnya pindah ke Singapura untuk mengembangkan pelayanan secara intensif bersama dengan tim pelayanan yang lengkap dari GBI Batam. Seiring dengan perpindahan (Alm.) Pdt. Jimmy, pada tahun 1996, Pdt. Hanny Andries melanjutkan penggembalaan jemaat di GBI Bethany Batam. Saat itu, jumlah jemaat kira-kira berjumlah 200 jiwa.

Pdt. Niko kembali mendapatkan visi dari Tuhan untuk membangun menara doa yang bertujuan untuk mengawal kota dan bangsa dalam doa dan penyembahan selama 24 jam setiap harinya. Visi ini membuat Pdt. Hanny tergerak dengan kuat dan beliau bertekad untuk mendirikan menara doa 24 jam pada tahun 1998. Sampai hari ini, menara doa 24 jam tersebut belum pernah berhenti dan masih terus berjalan. Sejak adanya menara doa, gereja ini terus berkembang dengan luar biasa. Bahkan dalam kurun waktu empat tahun, gereja ini telah menanam beberapa gereja di beberapa provinsi yang ada di Pulau Sumatera, yaitu Riau, Jambi, Palembang, juga gereja di Singapura. Pada tahun 1999, tercatat ada 35 lokasi gereja yang telah ditanam dengan total 45 kali ibadah setiap minggunya di lokasi masing-masing.

Pada tahun 1999 juga, Pdt. Hanny melakukan perjalanan rohani ke Tanah Perjanjian, yaitu Israel. Suatu hari, beliau mengunjungi sebuah kapel kecil yang disebut sebagai Church of Multiplication, terletak di sebelah utara Danau Galilea, sebuah tempat bernama Tabgha; tempat di mana Tuhan Yesus pernah memecahkan lima ketul roti dan dua ekor ikan untuk memberi makan 5000 orang. Tiba-tiba, Roh Kudus memberi impresi yang kuat kepada Pdt. Hanny untuk berdoa meminta sebuah gedung gereja. Saat itu jugalah Tuhan memberikan pewahyuan tentang gedung gereja, lengkap dengan struktur bangunan dan namanya. Nama yang diberikan adalah “Tabgha”, yang berasal dari bahasa Gerika, “Septagon”, yang berarti, “tujuh mata air”.

Kembali dari Tanah Perjanjian, Pdt. Hanny terus mengembangkan pelayanannya bersama dengan segenap tim pelayanan. Proses perkembangan jemaat sangatlah pesat; mulai dari jemaat yang berjumlah kira-kira 200 jiwa bertambah menjadi 2500 jiwa di tahun 2000 dan bertambah kembali menjadi 7000 jiwa pada tahun 2007. Menurut catatan pelayanan jemaat yang diambil dari data pembaptisan, jumlah jiwa yang dimenangkan bagi Yesus sebenarnya berjumlah lebih dari 20.000 jiwa. Namun, karena rata-rata dari jiwa-jiwa tersebut adalah pekerja kontrak, maka setelah dibabtis dan dimuridkan, sebagian besar dari mereka kembali ke daerah asal mereka masing-masing.

Pertumbuhan jemaat yang begitu pesat ini menimbulkan tantangan baru bagi gereja dalam hal tempat ibadah. Tidak banyak hotel saat itu yang memiliki ruangan yang cukup besar untuk menampung seluruh jemaat. Dan dalam beberapa peristiwa, jemaat harus berganti tempat ibadah secara mendadak karena ruangan yang biasanya dipakai disewakan kepada pihak lain. Hal ini membuat para pelayan dan jemaat terus berseru kepada Tuhan siang dan malam. Pewahyuan gedung yang didapatkan oleh Pdt. Hanny di Tanah Perjanjian pun terlihat sangat sulit untuk dicapai karena fakta dari kondisi jemaat saat itu sangat jauh dari kemampuan untuk membangunnya. Untuk saat itu, tempat yang cukup untuk menampung jemaat yang terbilang cukup banyak adalah sebuah gudang yang terletak di Mall My Mart, Batam Centre (saat ini Batam One Mall).

Pada tanggal 24 Desember 2000, ketika gereja sedang mengadakan ibadah malam natal yang kedua, gudang yang digunakan sebagai tempat beribadah dibom. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa pengeboman pertama dan menjadi penanda dari pecahnya sindikat terorisme di Indonesia. Puji Tuhan, oleh karena perlindungan-Nya tidak ada satupun jemaat yang menjadi korban dari peristiwa pengeboman tersebut.

Pengeboman ini ternyata adalah cara Allah untuk membuat mujizat demi mujizat yang tidak mungkin timbul dalam hati manusia. Janji Allah untuk memberikan gedung gereja perlahan-lahan mulai digenapi. Lembaga pemerintahan yang dikenal dengan nama Otorita Batam, saat itu memiliki kewenangan untuk mengelola pengalokasian tanah. Hal ini mendatangkan sebuah mujizat bagi gereja, yaitu gereja dapat membeli tanah seluas 8200 m2 hanya dengan membayar Rp.5000,-/m2 (lima ribu rupiah per meter persegi) kepada Otorita Batam. Inilah mujizat pertama yang diberikan oleh Tuhan bagi gereja ini. Kemudian, tentu gereja harus mendapatkan izin mendirikan bangunan untuk gedung gereja. Izin ini merupakan sebuah hal yang cukup mustahil untuk didapatkan. Melalui beberapa saran, akhirnya yang diajukan kepada pemerintah adalah permohonan izin untuk gedung serbaguna. Namun, ternyata permohonan izin tersebut tidak kunjung disetujui oleh pihak-pihak yang berwenang. Sebaliknya, gereja menerima informasi bahwa berkas dinyatakan hilang. Peristiwa ini ternyata menjadi sebuah teguran bagi gereja yang hanya mengimani sebuah gedung serbaguna, bukan gedung gereja.

Belajar dari peristiwa ini, gereja memohon pengampunan dari Tuhan karena kurang percaya terhadap janji Tuhan. Gereja pun kembali mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk sebuah gedung gereja. Setelah gereja melangkah dengan ketaatan mutlak kepada Tuhan, sebuah mujizat kembali terjadi. Dalam waktu tiga hari setelah pengajuan izin, pihak-pihak yang berwenang memberikan semua izin yang dibutuhkan tanpa biaya tambahan apapun.

Setelah semua syarat yang diperlukan untuk membangun gedung gereja terpenuhi, gereja dapat memulai pembangunan gedung saat itu. Dalam prosesnya, Tuhan terus menunjukkan bahwa Ia adalah Jehovah Jireh, Allah yang menyediakan. Semua kerperluan yang dibutuhkan untuk membangun gereja, termasuk dana untuk pembangunan gedung yang sebenarnya pada waktu itu tidak cukup dikarenakan kondisi keuangan gereja yang belum stabil. Karena Tuhan terus menunjukkan penyediaan dan penyertaan-Nya selama proses pembangunan gedung gereja, peristiwa pengeboman tidak lagi hanya terlihat seperti bencana yang merugikan, tetapi merupakan cara Tuhan untuk membawa gereja meninggalkan Mesir dan masuk ke Tanah Perjanjian.

Malam hari sebelum acara peletakkan batu pertama, Tuhan memberikan konfirmasi dan peneguhan terhadap nama “Tabgha” yang hendak digunakan. (Alm.) Pdt. Timotius Abdul Rahim, seorang pendoa syafaat dari Jakarta yang sama sekali belum pernah mendapatkan informasi mengenai nama gedung ini, mendapatkan penglihatan rohani. Beliau melihat sebuah air mancur yang memancar keluar dari lahan gereja, tinggi menjulang ke langit dan kemudian memecah menjadi tujuh, lalu melengkung turun ke atas bangsa-bangsa, dan berubah menyerupai jembatan-jembatan. Setahun kemudian, apa yang dilihat oleh Almarhum Pdt. Timotius digenapi oleh Tuhan. Setelah gedung gereja diresmikan, tamu dari bangsa-bangsa berdatangan tanpa diundang. Tamu-tamu tersebut datang dengan tujuan untuk belajar berdoa.

Sampai saat ini, gereja mengalami perkembangan yang signifikan oleh karena kasih karunia Tuhan. GBI Tabgha terus bergerak untuk mempersiapkan umat yang layak bagi Tuhan dengan memberi dampak bagi kota dalam pelayanan yang transformatif. Tujuan ini didasari oleh Matius 5:14, yaitu “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.”

?>
©2022 GBI Tabgha Batam. All Rights Reserved.